Asuhan Keperawatan pada Anak dengan IRDS

Asuhan Keperawatan pada Anak dengan IRDS

 KonsepMedis

A. DEFINISI

Adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru RDS dikatakan sebagaiHyaline membrane disease ( HMD)

Dikenal juga sebagai respiratory distress sydrom yang idiopatik, hyaline membrane disease merupakan keaadaan akut yang terutama ditemukan pada bayi prematur saat lahir atau segera setelah lahir, lebih sering pada bayi dengan usia gestasi dibawah 32 yang mempunyai berat dibawah 1500 gram. Kira-kira 60% bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu mengalami RDS.

Bangunan paru janin dan produksi surfactan penting untuk fungsi respirasi normal. Bangunan paru dari produksi surfaktan bervariasi pada masing-masing bayi. Bayi prematur lahir sebelum produksi surfactan memadai. Surfactan, suatu senyawa lipoprotein yang mengisi alveoli, mencegah alveolar colaps dan menurunkan kerja respirasi dengan menurunkan tegangan permukaan. Pada defisiensi surfactan, tegangan permukaan meningkat, menyebabkan kolapsnya alveolar dan menurunnya komplians paru, yang mana akan mempengaruhi ventilasi alveolar sehingga terjadi hipoksemia dan hiperkapnia dengan acidosis respiratory. Reduksi pada ventilasi akan menyebabkan ventilasi dan perfusi sirkulasi paru menjadi buruk, menyebabkan keadaan hipoksemia. Hipoksia jaringan dan acidosis metabolik terjadi berhubungan dengan atelektasis dan kegagalan pernafasan yang progresif.

RDS merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan pada bayi prematur, biasanya setelah 3 – 5 hari. Prognosanya buruk jika support ventilasi lama diperlukan, kematian bisa terjadi setelah 3 hari penanganan.

B. ETIOLOGY DAN FAKTOR PRESIPITASI
• Prematuritas dengan paru-paru yang imatur (gestasi dibawah 32 minggu) dan tidak adanya, gangguan atau defisiensi surfactan
• Bayi prematur yang lahir dengan operasi caesar
• Penurunan suplay oksigen saat janin atau saat kelahiran pada bayi matur atau prematur.


C. PATOFISIOLOGI

Sindrom gawat pernafasan atau penyakit membran hialin terjadi akibat tidak adanya, kurangnya, berubahnya komponen surfaktan, suatu kompleks lipoporotein àmengakibatkan kolaps alveoli dan mengakibatkan hipoksiaà terjadi konstruksi vaskuler dan penurunan perfusi pulmoner à Gagal nafas progresif.

D. MANIPESTASI KLINIK

Ø Takipnea
Ø Retraksi interkostal dan sternal
Ø Pernapasan cuping hidung
Ø Sianosis
Ø Penurunan daya komplain paru
Ø Hipotensi sistemik
Ø Penurunan keluaran urine
Ø Penurunan suara nafas, Ronchi +
Ø Tachicardi pada saat terjadi asidosis dan
Ø Hipoksemia

E. Komplikasi

Ø Ketidak seimbangan asam basa
Ø Pneumothoraks, hipotensi,Asidosis
Ø Pneumodiastinum,PDA,BPD.
Ø Sianosis
Ø Penurunan daya komplain paru
Ø Hipotensi sistemik
Ø Penurunan keluaran urine
Ø Penurunan suara nafas, Ronchi +
Ø Tachicardi pada saat terjadi asidosis dan
Ø Hipoksemia

F. DIAGNOSTIK TEST:

Ø Kajian foto toraks
Ø Analisa Gas Darah
Ø Imaturs lecithin-sphingomiolin
Ø Darah lengkap
Ø Elektrolit : Kalium,calsium,Natrium dan lain-lain.

G. TINDAKAN MEDIS :
Ø Pemberian 02
Ø Pertahankan kestabilan suhu
Ø Berikan asupan cairan
Ø Pemberian obat
Ø Intubasi bila perlu

 AsuhanKeperawatan
PENGKAJIAN
Riwayat maternal
• Menderita penyakit seperti diabetes mellitus
• Kondisi seperti perdarahan placenta
• Tipe dan lamanya persalinan
• Stress fetal atau intrapartus

Status infant saat lahir
• Prematur, umur kehamilan
• Apgar score, apakah terjadi aspiksia
• Bayi prematur yang lahir melalui operasi caesar

Cardiovaskular
• Bradikardi (dibawah 100 x per menit) dengan hipoksemia berat
• Murmur sistolik
• Denyut jantung dalam batas normal

Integumen
• Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi periferal
• Pitting edema pada tangan dan kaki
• Mottling

Neurologis
• Immobilitas, kelemahan, flaciditas
• Penurunan suhu tubuh

Pulmonary
• Takipnea (pernafasan lebih dari 60 x per menit, mungkin 80 – 100 x )
• Nafas grunting
• Nasal flaring
• Retraksi intercostal, suprasternal, atau substernal
• Cyanosis (sentral kemudian diikuti sirkumoral) berhubungan dengan persentase desaturasi hemoglobin
• Penurunan suara nafas, crakles, episode apnea
STATUS BEHAVIORAL
• Lethargy
STUDY DIAGNOSTIK
• Seri rontqen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diaphragma dengan overdistensi duktus alveolar
• Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.

Data laboratorium
• Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS)
• Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio
2 : 1 atau lebih mengindikasikan maturitas paru
• Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu
• Tingkat phosphatydylinositol
• Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60 mmHg, saturasi oksigen 92% - 94%, pH 7,31 – 7,45
• Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel alveolar yang rusak
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Insufisiensi respiratory b.d penurunan volume dan komplians paru, perfusi paru dan ventilasi alveolar
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan menghisap, penurunan motilitas usus.
3. Resiko tinggi deficit volume cairan b.d kehilangan cairan sensible dan insensible
4. Koping keluarga inefektif b.d ansietas, perasaan bersalah, dan perpisahan dengan bayi sebagai akibat situasikrisis

Diagnosa 1

Insufisiensi respiratory b.d penurunan volume dan komplians paru, perfusi paru dan vintilasi alveolar

Tujuan 1 : Tanda dan gejala disstres pernafasan, deviasi dari fungsi dan resiko infant terhadap RDS dapat teridentifikasi



Intervensi Rasional
1. Kaji infant yang beresiko mengalami RDS yaitu :
• Riwayatibudengandaibetes mellitus atauperdarahan placenta
• Prematuritas bayi
• Hipoksia janin
• Kelahiran melalui operasi caesar Pengkajian diperlukan untuk menentukan intervensi secepatnya bila bayi menunjukkan adanya tanda disstres nafas dan terutama untuk memperbaiki prognosa
2. Kaji perubahan status pernafasan termasuk :
• Takipnea (pernafasan diatas 60 x per menit, mungkin 80 – 100 x)
• Nafas grunting
• Nasal flaring
• Retraksi intercostal, suprasternal atau substernal dengan penggunaan otot bantu nafas
• Cyanosis
• Episode apnea, penurunan suara nafas dan adanya crakles Perubahan tersebut mengindikasikan RDS telah terjadi, panggil dokter untuk tindakan secepatnya
• Pernafasan bayi meningkat karena peningkatan kebutuhan oksigen
• Suara ini merupakan suara keran penutupan glotis untuk menghentikan ekhalasi udara dengan menekan pita suara
• Merupakan keadaan untuk menurunkan resistensi dari respirasi dengan membuka lebar jalan nafas
• Retraksi mengindikasikan ekspansi paru yang tidak adekuat selama inspirasi
• Cyanosis terjadi sebagai tanda lanjut dengan PO2 dibawah 40 mmHg
• Episode apneu dan penurunan suara nafas menandakan distress nafas semakin berat
3. Kaji tanda yang terkait dengan RDS
• Pallor dan pitting edema pada tangan dan kaki selama 24 jam
• Kelemahan otot
• Denyut jantung dibawah 100 x per menit pada stadium lanjut
• Nilai AGD dengan PO2 dibawah 40 mmHg, pco2 diatas 65 mmHg, dan pH dibawah 7,15
Tanda-tanda tersebut terjadi pada RDS
• Tanda ini terjadi karena vasokontriksi perifer dan penurunan permeabilitas vaskuler
• Tanda ini terjadi karena ekshaution yang disebabkan kehilangan energi selama kesulitan nafas
• Bradikardia terjadi karena hipoksemia berat
• Tanda ini mengindikasikan acidosis respiratory dan acidosis metabolik jika bayi hipoksik
4. Monitor PO2 trancutan atau nilai pulse oksimetri secara kontinyu setiap jam Nilai PO2 traskutan dan pulse oksimetri non invasif menunjukkan prosentase oksigen saat inspirasi udara.

Tujuan 2. Mempertahankan dan memaksimalkan fungsi pulmonal

Intervensi Rasional
1. Berikan kehangatan dan oksigen sesuai dengan sbb
• Oksigen yang dihangatkan 31,7C – 33,9C
• Humidifikasi 40% - 60%
• Beri CPAP positif
• Beri PEEP positif Untuk mencegah terjadinya hipotermia dan memenuhi kebutuhan oksigen tubuh


2. Berikan pancuronium bromide (Pavulon)
Obat ini berguna sebagai relaksan otot untuk mencegah injury karena pergerakan bayi saat ventilasi
3. Tempatkan bayi pada lingkungan dengan suhu normal serta monitor temperatur aksila setiap jam Lingkungan dengan suhu netral akan menurunkan kebutuhan oksigen dan menurunkan produksi CO2.
4. Monitor vital signs secara kontinyu yaitu denyut jantung, pernafasan, tekanan darah, serta auskultasi suara nafas Perubahan vital signs menandakan tingkat keparahan atau penyembuhan
5. Observasi perubahan warna kulit, pergerakan dan aktivitas Karena perubahan warna kulit, pergerakan dan aktivitas mengindikasikan peningkatan metabolisme oksigen dan glukosa. Informasi yang penting lainnya adalah perubahan kebutuhan cairan, kalori dan kebutuhan oksigen.
6. Pertahankan energi pasien dengan melakukan prosedur seefektif mungkin. Mencegah penurunan tingkat energi infant
7. Monitor serial AGD seperti PaO2, PaCo2, HCO3 dan pH setiap hari atau bila dibutuhkan Perubahan mengindikasikan terjadinya acidosis respiratorik atau metabolik



Diagnosa 2
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan menghisap, penurunan motilitas usus.

Tujuan : Mempertahankan dan mendukung intake nutrisi

Intervensi Rasional
1. Berikan infus D 10% W sekitar 65 – 80 ml/kg bb/ hari
Untuk menggantikan kalori yang tidak didapat secara oral
2. Pasang selang nasogastrik atau orogastrik untuk dapat memasukkan makanan jika diindikasikan atau untuk mengevaluasi isi lambung Pilihan ini dilakukan jika masukan sudah tidak mungkin dilakukan.
3. Cek lokasi selang NGT dengan cara :
• Aspirasi isi lambung
• Injeksikan sejumlah udara dan auskultasi masuknya udara pada lambung
• Letakkan ujung selang di air, bila masuk lambung, selang tidak akan memproduksi gelembung Untuk mencegah masuknya makanan ke saluran pernafasan
4. Berikan makanan sesuai dengan prosedur berikut :
• Elevasikan kepala bayi
• Berikan ASI atau susu formula dengan prinsip gravitasi dengan ketinggian 6 – 8 inchi dari kepala bayi
• Berikan makanan dengan suhu ruangan
• Tengkurapkan bayi setelah makan sekitar 1 jam
Memberikan makanan tanpa menurunkan tingkat energi bayi
5. Berikan TPN jika diindikasikan TPN merupakan metode alternatif untuk mempertahankan nutrisi jika bowel sounds tidak ada dan infants berada pada stadium akut.

Diagnosa 3
Resiko tinggi deficit volume cairan b.d kehilangan cairan sensible dan insesible

Tujuan : Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

Intervensi Rasional
1. Pertahankan pemberian infus Dex 10% W 60 – 100 ml/kg bb/hari Penggantian cairan secara adekuat untuk mencegah ketidakseimbangan
2. Tingkatkan cairan infus 10 ml/kg/hari, tergantung dari urine output, penggunaan pemanas dan jumlah feedings Mempertahankan asupan cairan sesuai kebutuhan pasien. Takipnea dan penggunaan pemanas tubuh akan meningkatkan kebutuhan cairan
3. Pertahankan tetesan infus secara stabil, gunakan infusion pump
Untuk mencegah kelebihan atau kekurangan cairan. Kelebihan cairan dapat menjadi keadaan fatal.
4. Monitor intake cairan dan output dengan cara :
• Timbang berat badan bayi setiap 8 jam
• Timbang popok bayi untuk menentukan urine output
• Tentukan jumlah BAB
• Monitor jumlah asupan cairan infus setiap hari Catatan intake dan output cairan penting untuk menentukan ketidak seimbangan cairan sebagai dasar untuk penggantian cairan
5. Lakukan pemeriksaan sodium dan potassium setiap 12 atau 24 jam
Peningkatan tingkat sodium dan potassium mengindikasikan terjadinya dehidrasi dan potensial ketidakseimbangan elektrolit

Diagnosa 4

Koping keluarga inefektif b.d ansietas, perasaan bersalah, dan perpisahan dengan bayi sebagai akibat situasi krisis

Tujuan : Meminimalkan kecemasandan rasa bersalah, dan mendukung bounding antara orangtua dan infant



Intervensi Rasional
1. Kaji respon verbal dan non verbal orangtua terhadap kecemasan dan penggunaan koping mekanisme Hal ini akan membantu mengidentifikasi dan membangun strategi koping yang efektif
2. Bantu orangtua mengungkapkan perasaannya secara verbal tentang kondisi sakit anaknya, perawatan yang lama pada unit intensive, prosedur dan pengobatan infant Membuat orangtua bebas mengekpresikan perasaannya sehingga membantu menjalin rasa saling percaya, serta mengurangi tingkat kecemasan
3. Berikan informasi yang akurat dan konsisten tentang kondisi perkembangan infant Informasi dapat mengurangi kecemasan
4. Bila mungkin, anjurkan orangtua untuk mengunjungi dan ikut terlibat dalam perawatan anaknya Memfasilitasi proses bounding
5. Rujuk pasien pada perawat keluarga atau komunitas Rujukan untuk mempertahankan informasi yang adekuat, serta membantu orangtua menghadapi keadaan sakit kronis pada anaknya. 

Asuhan Keperawatan pada klien dengan Pielonefritis

A. Konsep Dasar Pielonefritis

1. Definisi

Pielonefritis adalah inflamasi pada pelvis ginjal dan parenkim ginjal yang disebabkan karena adanya infeksi oleh bakteri.Infeksi bakteri pada jaringan ginjal yang di mulai dari saluran kemih bagian bawah terus naik ke ginjal. Infeksi ini dapat mengenai parenchym maupun renal pelvis (pyelum= piala ginjal).

2. Etiologi
a) Bakteri E. Coli.
b) Resisten terhadap antibiotik.
c) Obstruksi ureter yang mengakibatkan hidronefrosis.
d) Infeksi aktif.
e) Penurunan fungsi ginjal.
f) Bakteri yang menyebar ke daerah ginjal, darah, sistem limfatik.

3. Patofisiologi

Bakteri Masuk ke dalam pelvis ginjal dan terjadi inflamasi.Inflamasi ini menyebabkan pembekakan daerah tersebut, dimulai dari papila dan menyebar ke daerah korteks. Infeksi terjadi setelah terjadinya cytitis, prostatitis (asccending) atau karena infeksi steptococcus yang berasal dari darah (descending).

4. Klasifikasi
Pyelonefritis dibagi menjadi 2 macam yaitu :
Pyelonefritis akut.
Pyelonefritis kronik.
Pyelonefritis akut biasanya singkat dan sering terjadi infeksi berulang karena tetapi tidak sempurna atau infeksi baru.20 % dari infeksi yang berulang terjadi setelah dua minggu setelah terapi selesai. Infeksi bakteri dari saluran kemih bagian bawah ke arah ginjal, hal ini akan mempengaruhi fungsi ginjal. Infeksi saluran urinarius atau dikaitkan dengan selimut.abses dapat di jumpai pada kapsul ginjal dan pada taut kortikomedularis.Pada akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta glomerulus terjadi.

Pielonefritis kronik juga berasal dari adanya bakteri, tetapi dapat juga karena faktor lain seperti obstruksi saluran kemih dan refluk urin. Pyelonefritis kronik dapat merusak jaringan ginjal secara permanen akibat inflamasi yang berulang kali dan timbulnya parut dan dapat menyebabkan terjadinya renal faiure (gagal ginjal) yang kronik. Ginjal pun membentuk jaringan parut progresif, berkontraksi dan tidak berfungsi. Proses perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi ginjal yang berulang –ulang berlangsung beberapa tahun atau setelah infeksi yang gawat. Pembagian Pyelonefritis akut sering di temukan pada wanita hamil, biasanya diawali dengan hidro ureter dan Pyelonefrosis akibat obstruksi ureter karena uterus yang membesar.

5. Manifestasi Klinik

Pyelonefritis akut
ditandai dengan pembengkakan ginjal atau pelebaran penumpang ginjal.Pada pengkajian di dapatkan adanya demam yang tinggi, menggigil, nausea, nyeri pada pinggang , sakit kepala, nyeri otot dan adanya kelemahan fisik.Pada perkusi di daerah CVA ditandai dengan adanya tenderness.Client biasanya di sertai disuria, frequency, urgency dalam beberapa hari.Pada pemeriksaan urin didapat urin berwarna keruh atau hematuria dengan bau yang tajam, selain itu juga adanya peningkatan sel darah putih.

Pyelonefritis kronik
Pyelonefritis kronik terjadi akibat infeksi yang berulang-ulang.Sehingga kedua ginjal perlahan-lahan mejadi rusak.

a) Adanya serangan Pyelonefritis akut yang berulang-ulang biasanya tidak mempunyai gejala yang sfesifik.
b) Adanya keletihan.
c) Sakit kepala, nafsu makan rendah dan berat badan menurun.
d) Adanya poliuria, haus yang berlebihan, azotemia, anemia, asidosis, proteinuria, pyuria, dan kepekatan urin menurun.
e) Kesehatan pasien semakin menurun, pada akhirnya pasien mengalami gagal ginjal.
f) Ketidaknormalan kalik dan adanya luka pada daerah korteks.
g) Ginjal mengecil dan kemampuan nefron menurun dikarenakan luka pada jaringan.

6. Evaluasi Diagnostik.
Suatu urogram intravena dan ultrasound dapat dilakukan untuk mengetahui lokasi obstruksi di traktus urinarius, menghilangkan obstruksi adalah penting untuk menyelamatkan ginjal dari kehancuran.Kultus urine dan tes sensitivitas dilakukan untuk menentukan organisme penyebab sehingga agens antimikrobial yang tepat dapat diresepkana.

7. Penatalaksanaan
Pasien pyelonifritis akut beresiko terhadap bakterimia dan memerlukan terapi antimikrobisl ysng intensif. Terapi parental diberikan selama 24 sampai 28 jam sampai pasien afrebil. Pada waktu tersebut, agens oral dspst diberikan. Pasien dengan kondisi yang sedikit kritis akan efektif apabila ditangani hanya dengan agens oral. Untuk mrncegah perkembangbiakannyabakteri yang tersisa, maka pengobatan pyelonefritis akut biasanya lebih lama dari pada sistesis.

Masalah yang mungkin timbul dalam penanganan adalah infeksi kronik atau kambuhan yang muncul sampai beberapa bulan atau tahun tampa gejala. Setelah program antimikrobial awal, pasien dipertahankan untuk terus diwah penanganan antimikrobial sampai bukti adanya bukti adanya infeksi tidak terjadi, seluruh faktor penyebab telah ditangani dan dikendalikan, dan fungsi ginjal stabil.Kadar keratininserum dan hitung darah pasien dipantau durasinya pada terapi jangka panjang.

Penatalaksanaan agens antimokrobial pilihan di dasarkan pada identifikasi patogen melalui kultur urin. Jika bakteri tidak dapat hilang dari urin, nitrofurantion atau kombinasi sulfametoxazole dan trimetrhopim dapat digunakan untuk menekan pertumbuhan bakteri.Fungsi renal ketat, terutama jika medikasi potensial toksin bagi ginjal.

B. Asuhan Keperawatan Pielonefritis
Pengkajian
1) Identifikasi Pasien
Anak wanita dan wanita dewasa mempunyai insidens infeksi saluran kemih yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria.
2) Riwayat Penyakit

a. Keluhan utama
nyeri punggung dibawah dan disuria.

b. Riwayat penyakit sekarang
masuknya bakteri ke kandung kemih sehingga menyebabkan infeksi.
c. Riwayat penyakit dahulu
mungkin pasien pernah mengalami penyakit seperti ini sebelunnya.
d. Riwayat penyakit keluarga
ISK bukanlah penyakit keturunan.

3) Pola fungsi kesehatan

a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
kurangnya pengetahuan pasien tentang pencegahan.

b. Pola istirahat dan tidur:
istirahat dan tidur pasien mengalami gangguan karena gelisah dan nyeri.
c. Pola eliminasi
pasien cenderung mengalami disuria dan sering kencing.

d. Pola aktivitas
aktivitas pasien mengalami gangguan karena rasa nyeri yang kadang datang.

4) Pemeriksaan fisik

a. Tanda-tanda vital
TD : normal / meningkat
Nadi : normal/ meningkat
Respirasi : normal/ meningkat
Temperatur : normal/ meningkat
b. Data fokus
Inpeksi : frekuensi miksi b (+), lemah dan lesu, urin keruh
Palpasi : suhu tubuh meningkat atau tidak
Perkusi : resona

Diagnosa
1. Nyeri dan ketidaknyamanan b/d inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih dan struktur urinasius lain.
2. Perubahan pola eliminasi b/d obstuksi pada kandung kemih atau pun stuktur traktus urinarius lain.
3. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.


Intervensi
Diagnosa 1 :
Nyeri dan ketidaknyamanan b/d inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih dan struktur urinasius lain
Kriteria hasil :
tidak nyeri waktu berkemih, tidak nyeri pada perkusi panggul.
No. Intervensi Rasional
1. Pantau haluaran urine terhadap perubahan warna, bau dan pola berkemih, masukan dan haluaran setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis ulang. Untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
2. Catat lokasi, lamanya intensitas skala (1-10) penyebaran nyeri. Membantu mengevaluasi tempat obstroksi dan penyebab nyeri.
3. Berikan tindakan nyaman, seperti pijatan punggung, lingkungan istirahat. Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot.
4. Bantu atau dorong penggunaan nafas berfokus relaksasi. Membantu mengarahkan kembali perhatian dan untuk relaksasi otot.
5. Berikan perawatan perineal. Untuk mencegah kontaminasi uretra
6. Jika dipasang kateter indwelling, berikan perawatan kateter 2 kali per hari. Kateter memberikan jalan bakteri untuk memasuki kandung kemih dan naik ke saluran perkemihan.
7. Kolaborasi
Konsul dokter bila: sebelumnya kuning gading-urine kuning, jingga gelap, berkabut atau keruh. Pola berkemih berubah, sering berkemih dengan jumlah sedikit, perasaan ingin kencing, meneter setelah berkemih. Nyeri menetap atau bertambah sakit. Temuan-temuan ini dapat memberi tanda kerusakan jaringan lanjut dan perlu pemeriksaan luas.
8. Berikan analgesic sesuai kebutuhan dan evaluasi keberhasilannya. Analgesic memblok lintasan nyeri sehingga mengurangi nyeri.
9. Memberikan antibiotik. Buat berbagai variasi sediaan minum, termasuk air segar. Pemberian air sampai 2400 ml/hari. Akibat dari haluaran urin memudahkan berkemih sering dan membantu membilas saluran berkemih.

Diagnosa 2
Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih atau pun struktur traktus urianarius lain.
Kriteria hasil:
Pola eliminasi membaik, tidak terjadi tanda-tanda gangguan berkemih (urgensi, oliguri, disuria).
No. Intervensi Rasional
1. Awasi pemasukan dan pengeluaran karakteristik urin. Memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi.
2. Dorong meningkatkan pemasukan cairan. Peningkatan hidrasi membilas bakteri
3. Kaji keluhan kandung kemih penuh. Retensi urin dapat terjadi menyebabkan distensi jaringan (kandungan kemih/ginjal).
4. Observasi perubahan status mental: perilaku atau tingkat kesadaran. Akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik pada susunan saraf pusat.
5. Kecuali dikontaminasikan: ubah posisi pasien setiap 2 jam. Untuk mencegah status urin.
6. Kolaborasi
Awasi pemeriksaan laboratorium; elektrolit, BUN, kreatinin. Pengawasan terhadap disfungsi ginjal.
7. Lakukan tindakan untuk memelihara asam urin. Asam urin menghalangi tumbuhnya kuman
8. Tingkatkan masukan sari buah berri dan berikan obat-obatan untuk meningkatakanasam urine. Peningkatan masukan sari buah dapat berpengaruh dalam pengobatan infeksi saluran kemih.
.
Diagnosa 3
Kurangnya pengetahuan tantang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
Kriteria hasil:
Menyatakan mengerti tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik, rencana pengobatan, dan tindakan perawatan diri preventif.
No. Intervensi Rasional
1. Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang. Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.
2. Berikan informasi tentang: sumber infeksi, tindakan untuk mencegah penyebaran, jelaskan pemberian antibiotik, pemeriksaan diagnostik: tujuan, gambaran singkat, persiapan yang dibutuhkan sebelum pemeriksaan, perawatan sebelum pemeriksaan, perawatan sesudah pemeriksaan. Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan membantu mengembangkan kepatuhan pasien terhadap rencana terapeutik.
3. Pastikan pasien atau orang terdekat telah menulis perjanjian untuk perawatan lanjut dan instruksi tertulis untuk perawatan sesudah pemeriksaan. Instruksi verbal dapat dengan mudah untuk dilupakan.
4. Instruksikan pasien untuk menggunakan obat yang diberikan, minum sebanyak kurang lebih delapan gelas per hari khususnya sari buah berri. pasien sering menghentikan obat mereka, jika tanda-tanda penyakit mereda. Cairan menolong membilas ginjal. Asam piruvat dari sari buah berri membantu mempertahankan keadaan asam urin dan mencegah pertumbuhan bakteri.
5. Berikan kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan perasaan dan masalah tentang rencana pengobatan. Untuk mendeteksi isyarat indikatif kemungkinan ketidakpatuhan dan membantu mengembangkan penerimaan rencana terapeutik.

Implementasi
Implementasi yang dilakukan berdasarkan rencana keperawatan yang telah dibuat dan disesuaikan dengan kondisi pasien
Evaluasi
1. Pasien tidak merasa nyeri waktu berkemih.
2. Mempertahankan hidrasi adekuat dengan kriteria: tanda-tanda vital stabil, masukkan dan keluaran urine seimbang.
3. Pasien berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.
4. Peningkatan pemahaman klien dan keluarga mengenai kondisi dan pengobatan.

“Bowel Training”

“Bowel Training”

Pelatihan usus membantu untuk membangun kembali buang air besar yang normal pada orang yang menderita sembelit, diare, inkontinensia ketidakteraturan, atau. Aktivitas usus sehat dianggap satu atau dua gerakan dari ukuran sedang setiap hari.
Banyak orang karena berbagai alasan memiliki fungsi usus yang tidak teratur. Dalam beberapa kasus, ketidakteraturan ini berlangsung di luar kondisi yang menyebabkannya. Perut sendiri mengembangkan kebiasaan buruk yang dapat dilatih kembali dengan latihan yang sesuai dan pendidikan. Kebiasaan buang air besar normal tidak hanya meningkatkan kualitas hidup, mereka membantu mencegah penyakit-untuk umum beberapa contoh, divertikulitis dan fecal impaction. Empedu batu, radang usus buntu, kanker usus, hernia hiatus, diabetes, dan penyakit jantung juga telah berkaitan dengan kualitas buang air besar dan makanan yang mempengaruhi mereka.

Salah satu penyebab umum terjadinya sembelit adalah kebiasaan pencahar. Stimulasi buatan berulang perut menghancurkan refleks pengosongan alami mereka, sehingga mereka tidak akan lagi bergerak tanpa stimulan buatan. Kebiasaan pencahar mulai cukup polos dengan keyakinan yang benar bahwa perut harus bergerak setiap hari, namun, obat pencahar akan menyebabkan evakuasi beberapa hari senilai tinja dalam gerakan tunggal. Tidak sabar untuk tinja untuk reaccumulate selama beberapa hari diperlukan, pasien meminum pencahar lain, dan siklus dimulai.
Penyebab utama lain dari sembelit adalah diet dengan curah cukup atau serat. Usus bekerja lebih lancar isi yang dimilikinya.Diet makanan Barat yang sangat halus telah menghilangkan sebagian besar residu dari makanan. Hasilnya adalah bahwa makanan yang paling diserap, meninggalkan sedikit untuk melewati dan dibuang sebagai tinja.
Sembelit terjadi secara akut dengan impaksi-hadapan dalam rektum dari massa feses terlalu besar untuk lulus. Impaksi feses biasanya merupakan hasil dari kebiasaan buang air besar yang buruk, diet dengan cairan terlalu sedikit dan serat, dan aktivitas fisik yang tidak memadai.
Diare, apakah akut atau kronis, dapat mengganggu irama normal usus dan menyebabkan ketidakteraturan.Beberapa penyakit dari sistem saraf mempengaruhi refleks usus.
Eleminasi Bowel
Definisi
Eleminasi bowel adalah pembuangan sisa metabolisme makanan dari dalam tubuh yang tidak dibutuhkan lagi dalam bentuk bowel (feses). Organ-organ yang berperan dalam pembuangan. eleminasai bowel adalah Saluran Gastrointestinal yang dimulai dari mulut sampai anus.

Refleks Defekasi
1. Refleks defekasi intrinsic
Refleks ini berawal dari feses yang masuk rectum yang kemudian menyebabkan rangsangan pada fleksus ingentikus dan terjadilah gerakan peristaltik. Setelah feses tibadi anus secara sistematis spingter interna relaksasi maka terjadi defekasi.
2. Refleks Defekasi Parasimpatis
Feses yang masuk ke rectum akan merangsang saraf rectum yang kemudian diteruskan ke spinal coral,dan dari sini kemudian dikembalikan ke kolon desenden,sigmoid dan rectum yang manyababkan intensifnya peristaltik. Relaksasi spinter internamaka terjadilah defekasi.Dorongan feses juga dipengaruhi oleh kontrol abdomen, disfragma, dan kontraksi otot.
Faktor-fakor Yang Mempengaruhi Proses Defekasi :
Usia :
bayi kontrol defekasi belum berkembang, usika kontrol defekasi menurun.
Diet :
makanan bersifat mempercepat prosews produlsi feses, juga kwantitas makanan.
Intak Cairan :
Ciran kurang feses libih keras karena absorbsi cairan meningkat
Aktifitas :
Tonus otot abdomen, pelvis dan diafragma akan membantu proses defekasi.
Psikologis :
Cemas, takut, marah, akan meningkatkan pristaltik sehingga menyebabkan diare.
Pengobatan
Gaya Hidup :
Kebiasaan untuk melatih pola BAB sejak kecil secara teratur, fasilitas BAB dankebiuasaan menahan BAB.
Penyakit :
Diare, konstipasi.
Anastesi dan Pembedahan :
Biasanya 24-48 jam.
Nyeri :
bisa mengurangui keinginan Kerusakan Sensori motorik

Bowel Training
Defenisi
Bowel training adalah pelatihan usus membantu untuk membangun kembali gerakan usus normal pada orang yang menderita sembelit, diare, inkontinensia ketidak teraturan, atau.Aktivitas usus yang sehat dianggap satu atau dua gerakan ukuran sedang setiap hari.
Bowel training adalah membantu pasien untuk melatih bowel terhadap evakuasi interval yang spesifik, dengan tujuan untuk melatih bowel secara rutin pada pasien yang mengalami gangguan pola bowel, dilakukan pada pasien yang mengalami masalah eliminasi bowel tidak teratur. Pada klien yang mengalami konstipasi kronik, sering terjadi obstipasi / inkontinensia feses, program bowel training dapat membantu mengatasinya. Program ini didasarkan pada faktor dalam kontrol klien dan didesain untuk membantu klien mendapatkan kembali defekasi normal. Program ini berkaitan dengan asupan cairan dan makanan, latihan dan kebiasaan defekasi. Sebelum mengawali program ini, klien harus memahaminya dan terlibat langsung. Secara garis besar program ini adalah sebagai berikut :
1. Tentukan kebiasaan defekasi klien dan faktor yang membantu dan menghambat defekasi normal.
2. Desain suatu rencana dengan klien yang meliputi :
 Asupan cairan sekitar 2500 – 3000 cc/hari
 Peningkatan diit tinggi serat
 Asupan air hangat, khususnya sebelum waktu defekasi
 Peningkatan aktivitas / latihan
 Pertahankan hal-hal berikut secara rutin harian selama 2 – 3 minggu

3. Berikan suppository katarsis (seperti dulcolax) 30 menit sebelum waktu defekasi klien untuk merangsang defekasi.
4. Saat klien merasa ingin defekasi, bantu klien untuk pergi ke toilet / duduk di Commode atau bedpan. Catat lamanya waktu antara pemberian suppository dan keinginan defekasi.
5. Berikan klien privacy selama defekasi dan batasi waktunya, biasanya cukup 30 – 40menit.
6. Ajarkan klien cara-cara meningkatkan tekanan pada kolon, tetapi hindari mengecan berlebihan, karena dapat mengakibatkan hemorrhoid.
7. Berikan umpan balik positif kepada klien yang telah berhasil defekasi. Hindari negatif feedback jika klien gagal. Banyak klien memerlukan waktu dari minggu sampai bulan untuk mencapai keberhasilan.
Tujuan bowel training
Ada beberapa tujuan dilakukannya bowel training pada klien yang memiliki masalah eliminasi feses yang tidak teratur, antara lain sebagai berikut:

• Program bowel taraining dapat membantu klien mendapatkan defekasi yang normal. Terutama klien yang masih memiliki control newromuskular (Doughty, 1992).
• Melatih defekasi secara rutin pada klien yang mengalami gangguan pola eliminasi feses atu defekasi.

Indikasi
Bowel training dilakukan pada klien dengan:
• Inkontinensia usus (tidak mampu mengontrol pengeluran feses secara normal), membantu klien mendapatkan defekasi yang normal dan rutin.

Kontra Indikasi:
• Klien dengan diare
Persiapan
a. Persiapan pelaksanaan (termasuk alat dan bahan)
• Merencanakan waktu
• Menyiapkan obat-obat yang diperlukan
• Menyiapkan menu makanan yang dianjurkan
b. Persiapan Klien
• Menanyakan identitas klien dan mengkaji masalah klien
• Menjaga privasi klien

Langkah kerja
Langkah-langkah bowel training Anda dapat menggunakan stimulasi digital untuk memicu buang air besar:
 Masukkan jari pelumas kedalam anus dan membuat gerakan melingkar sampai sphincter berelaksasi. Ini mungkin memakan waktu beberapa menit.
 Setelah melakukan rangsangan, duduk dalam posisi normal untuk buang air besar.Jika dapat berjalan, duduk di toilet atau toilet samping tempat tidur. Jika terbatas pada tempat tidur, gunakan pispot. Masuk ke sebagai dekat dengan posisi duduk mungkin,atau menggunakan posisi berbaring sebelah kiri jika tidak mampu untuk duduk.
 Cobalah untuk mendapatkan privasi sebanyak mungkin. Beberapa orang menemukan bahwa membaca sambil duduk di toilet membantu mereka bersantai cukup untuk memiliki gerakan usus.
 Jika rangsangan digital tidak menghasilkan buang air besar dalam waktu 20 menit,ulangi prosedur.
 Cobalah untuk kontrak otot-otot perut dan menanggung turun sementara melepaskan tinja. Beberapa orang merasa terbantu dengan membungkuk ke depan sementara bantalan bawah. Hal ini meningkatkan tekanan abdominal dan membantu usus kosong.
 Lakukan stimulasi digital setiap hari sampai membangun pola buang air besar teratur.
Anda juga dapat merangsang gerakan usus dengan menggunakan supositoria (gliserinatau Dulcolax) atau enema kecil. Beberapa orang minum jus prune hangat atau nektar buah untuk merangsang gerakan usus.Konsistensi sangat penting untuk keberhasilan program pelatihan kembali usus.Menetapkan waktu yang ditetapkan untuk buang air besar setiap hari. Pilih waktu yangnyaman, dengan mengingat jadwal harian. Waktu terbaik untuk buang air besar adalah 20-40menit setelah makan, karena makan merangsang aktivitas usus.Dalam beberapa minggu, kebanyakan orang mampu membangun rutinitas buang air besar.